Makan Bergizi Gratis (MBG): Ambisi Populis yang Perlu Pendekatan Progresif

Malang, SuaraGlobal.Net – Makan Bergizi Gratis (MBG): Ambisi Populis yang Perlu Pendekatan Progresif.

Oleh: Dwi Isnaini Kurniawati, S.Hum.
Mahasiswa Pascasarjana Program Pedagogi Universitas Muhammadiyah Malang.

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto menjadi salah satu isu kebijakan publik yang banyak diperbincangkan akhir-akhir ini. Program tersebut membawa semangat untuk meningkatkan kesejahteraan peserta didik. Dalam visi misinya, program makan siang grais termasuk dalam upaya mewujudkan Indonesia Emas 2045. Namun di sisi lain, banyak pihak mempertanyakan kesiapan anggaran, sistem pelaksanaan, dan efektivitas jangka panjangnya. Seperti banyak kebijakan yang bersifat populis dan luas cakupannya, gagasan ini memerlukan pendekatan yang lebih progresif, realistis, dan berbasis praktik terbaik.

Program Makan Bergizi Gratis diperkirakan menelan biaya sekitar Rp 71 triliun untuk tahun 2025, sebuah angka yang fantastis jika dibandingkan dengan kapasitas fiskal negara saat ini. Ekonom dari CORE Indonesia, Eliza Mardian, menyatakan bahwa program makan bergizi gratis (MBG) bisa saja menimbulkan inflasi harga pangan. Hal tersebut dipicu oleh meningkatnya permintaan terhadap pangan dengan adanya program tersebut. Pemerintah harus berhati-hati agar program makan bergizi gratis tidak berubah menjadi beban fiskal jangka panjang yang justru mengorbankan pos anggaran penting lainnya seperti kesehatan dan infrastruktur.

Selain tantangan fiskal, potensi korupsi juga menjadi perhatian serius. Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyoroti bahwa sektor pendidikan merupakan salah satu sektor paling rawan korupsi di Indonesia. Ketika anggaran yang sangat besar disalurkan melalui ribuan sekolah dan vendor logistik, tanpa sistem pengawasan dan transparansi yang kuat, risiko penyelewengan dana menjadi tidak terhindarkan. Sudah saatnya pemerintah belajar dari pengalaman program-program sosial sebelumnya yang gagal karena tata kelola yang buruk.
Kritik juga datang dari sisi kesenjangan infrastruktur dan logistik antar daerah. Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda, mengingatkan bahwa ketidaksiapan fasilitas penyimpanan, dapur sekolah, dan distribusi pangan bisa membuat pelaksanaan program ini timpang antarwilayah. Sekolah di kota besar mungkin memiliki akses ke bahan makanan dan sumber daya yang memadai, namun bagaimana dengan sekolah di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T)? Jika tidak ditangani dengan strategi desentralisasi dan kolaborasi daerah, ketimpangan hanya akan semakin tajam.

Baca Juga ;  Panen Raya Padi, Wabup Gresik Geram Soal Harga Gabah, Petani Diminta Jangan Diam Saja

Namun demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa ide dasarnya memiliki potensi besar jika dikelola dengan tepat. Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, menilai bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) dapat membangun sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani jika bahan pangan diambil dari petani dan UMKM setempat. Selain menekan biaya logistik, skema ini juga bisa meningkatkan produksi pertanian.
Untuk itu, penting bagi pemerintah untuk belajar dari praktik terbaik di negara lain yang telah lama menjalankan kebijakan makan siang sekolah secara sistematis.

Baca Juga ;  Pemkab Gresik Lakukan Efisiensi Anggaran, Bupati Yani: Pengeluaran Tak Penting Dipangkas

Negara-negara seperti Swedia dan Norwegia menerapkan pendekatan berbasis data dan subsidi yang ditargetkan. Anak-anak dari keluarga berpendapatan rendah menerima bantuan makan bergizi gratis atau murah, dan semuanya tercatat dalam sistem digital yang bisa dipantau transparan. Monitoring ini memungkinkan kebijakan bersifat adaptif dan mencegah kebocoran anggaran.

Di Finlandia, Program Makan Siang Gratis (free-of-charge school meals) telah diimplementasikan sejak tahun 1948. Seluruh siswa mendapatkan Makan Bergizi Gratis dengan standar gizi yang tinggi. Badan Nasional Pendidkan Finlandia memastikan kualitas dan gizi dengan melui pedoman komprehensif serta pemantauan rutin bersama badan Nasional Kesehatan dan Kesejahteraan. Menu di sekolah juga beragam. Dari menu vegetarian yang mengenalkan pola hidup sehat, tradisional Finlandia hingga mancanegara. Artinya program tersebut berhasil bukan hanya makanannya, tetapi integrasi dengan layanan kesehatan dan evaluasi berkala terhadap asupan gizi siswa serta mendidik anak-anak tentang pentingnya pola makan sehat seumur hidup.
Sementara itu, di Jepang, program makan siang untuk anak sekolah yang dikenal dengan Program Kyushoku telah diterapkan lebih dari 100 tahun lalu. Mulanya ditujukan untuk membantu anak-anak dari keluarga tidak mampu.

Namun saat ini program makan bergizi diberlakukan untuk siswa tingkat SD dan SMP. Program ini tidak hanya menjadi instrumen pemenuhan gizi, tetapi juga bagian dari kurikulum pendidikan karakter. Siswa dilibatkan dalam proses persiapan, pembagian, hingga pembersihan makanan. Menu makan siang dirancang oleh ahli gizi dan menggunakan bahan lokal. Orang tua tetap berkontribusi sebagian biaya, agar program lebih berkelanjutan dan tidak terlalu membebani negara.

Baca Juga ;  Dinsos Gresik Gelar Rakor Pendamping PKH, Targetkan Kemiskinan Ekstrem Nol di 2026

Indonesia tidak harus menyalin mentah-mentah praktik negara lain, tapi mengadopsi prinsip-prinsip, kuncinya: keberlanjutan, partisipasi masyarakat, integrasi layanan, dan transparansi. Makan Bergizi Gratis seharusnya tidak berhenti pada pemenuhan perut kosong. Melainkah harus menjadi katalisator perubahan: menghapus kesenjangan pendidikan, membentuk kebiasaan sehat, memperkuat solidaritas sosial, dan mendekatkan negara pada rakyatnya. Jangan sampai program Makan Bergizi Gratis (MBG) hanya menjadi etalase politik yang mahal dan penuh sorotan, tapi minim dampak di ruang kelas. Bila dikelola dengan semangat progresif, partisipatif, dan berbasis bukti, Makan Bergizi Gratis bisa menjadi salah satu warisan kebijakan yang transformatif dalam sejarah pendidikan Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *