Foto: Kejati Jatim geledah kantor Dindik Jatim terkait dugaan korupsi dana hibah.
Surabaya, SuaraGlobal.Net – Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, angkat bicara terkait penggeledahan yang dilakukan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim di Kantor Dinas Pendidikan atau Dindik Jatim, Rabu (19/3/2025).
Penggeledahan ini terkait dugaan korupsi dana hibah pengadaan barang dan jasa untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) pada 2017 senilai Rp65 miliar. Dalam operasi tersebut, penyidik menyita sejumlah dokumen, surat-menyurat, serta barang bukti elektronik berupa ponsel dan laptop yang berkaitan dengan proyek hibah tersebut.
“Itu tahun 2017, rek. Ojo dielok-elokno aku, rek (Jangan melibatkan saya),” ujar Khofifah, Kamis (20/3/2025).
Khofifah menegaskan bahwa pada 2017 dirinya belum menjabat sebagai Gubernur Jatim. Khofifah dan Emil baru dilantik untuk periode 2019-2024 pada 13 Februari 2019 di Istana Negara, Jakarta.
“Kan sampeyan tahun 2017 kami belum di sini (Pemprov Jatim). Tetaplah kehatian-hatian dan kewaspadaan semuanya,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dindik Jatim, Aries Agung Paewai, juga menegaskan bahwa kasus tersebut terjadi sebelum dirinya menjabat. Kendati demikian, ia menyatakan dukungan terhadap proses hukum yang sedang berlangsung.
“Nggak ada hubungannya dengan saya, itu tahun 2017. Nggak tahu saya,” ujarnya.
Selain kantor Dindik Jatim, Kejati Jatim juga menggeledah kantor penyedia barang serta dua rumah yang diduga terkait proyek tersebut.
Langkah ini dilakukan guna memperkuat alat bukti dalam kasus dugaan mark-up pengadaan barang dan jasa untuk SMK swasta.
“Kami juga telah memeriksa 25 kepala sekolah SMK swasta penerima hibah di 11 kabupaten/kota di Jatim sebagai saksi,” ujar seorang penyidik Kejati Jatim.
Berawal dari Mark up harga, kasus ini bermula dari alokasi dana hibah APBD Jatim 2017 sebesar Rp65 miliar yang diperuntukkan bagi pengadaan barang dan jasa untuk 25 SMK swasta.
Hibah tersebut dibagi menjadi dua paket pekerjaan yang dimenangkan oleh PT Desina Dewa Rizky dengan kontrak senilai Rp30,5 miliar dan PT Delta Sarana Medika dengan kontrak Rp33,06 miliar.
Namun, dalam pelaksanaannya, barang yang diterima sekolah tidak sesuai dengan kebutuhan jurusan maupun ketentuan dalam Surat Keputusan (SK) Gubernur Jatim.(Doi)