Foto : DPD BNPM Malang Kota, Ja’far Shodiq alias Jhon
Malang, Suaraglobal.Net – Walikota Malang, Sutiaji, lontarkan Pernyataan kontroversial dalam Forum Group Discussion (FGD) bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kota Malang.
Acara yang digelar pada Jumat 2 Desember 2022 kemarin, bertempat di Mini Block Office Pemerintah Kota (Pemkot) Malang, Sutiaji mengimbau Aremania untuk demonstrasi kepada Tuhan dengan doa bersama.
Imbauan tersebut berkaitan dengan upaya Aremania mengawal proses pengusutan Kanjuruhan Disaster, yang belum menemukan titik terang hingga saat ini.
Dalam imbauannya, Sutiaji meminta agar Aremania protes atau demonstrasi kepada Tuhan dengan doa bersama, karena hanya Tuhan yang maha adil dan maha hebat.
“Semboyan Malang Kuçeçwara merupakan hal yang mutlak. Malang Kuçeçwara itu bermakna, siapa yang bersalah, yang buat kekacauan, itu akan dihancurkan oleh Tuhan,” tutur Sutiaji.
Atas dasar itu, Sutiaji, meminta kepada para Aremania dan elemen masyarakat lainnya, untuk melakukan aksi demonstrasi kepada Tuhan dengan menggelar doa bersama.
Kendati demikian, Sutiaji juga meminta kepada para Aremania dan elemen masyarakat lainnya untuk tidak menggelar doa bersama dengan melakukan penutupan akses jalan.
Menurut dia, hal itu juga membuat masyarakat akhirnya terganggu dan dapat merugikan masyarakat dalam menjalankan aktivitasnya.
“Jadi kalau bisa doa di mana-mana. Tapi jangan di tengah jalan juga. Malang Kuçeçwara terus bergelora,” ujar Sutiaji.
Sutiaji menegaskan apresiasinya kepada Aremania dan elemen masyarakat lainnya yang terus menyuarakan keadilan hingga usut tuntas terhadap Tragedi Kanjuruhan.
“Saya apresiasi langkah Aremania, tapi aspirasi yang dilakukan hampir setiap pekan ini agar tidak mengganggu stabilitas Kota Malang. Saya kemarin juga sudah menyampaikan bahwa jangan sampai nanti membuat arus lalu lintas itu macet total,” kata Sutiaji.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa penyampaian aspirasi di muka umum bebas, sebab dilindungi peraturan perundang-undangan. Namun, menurutnya seseorang itu tidak bisa merdeka secara utuh.
“Kalau kita merdeka, bicara kebebasan. Maka kita berbicara kebebasan yang bertanggungjawab. Kebebasan berarti juga pembatasan, maksudnya kita menghormati kemerdekaan orang lain, kebebasan orang lain,” jelas Sutiaji.
Sutiaji juga meyakini bahwa para Aremania dan elemen masyarakat lainnya yang melangsungkan aksi demonstrasi memiliki tujuan yang baik.
“Tetapi, jika dengan menutup akses jalan, Sutiaji khawatir akan ada pihak-pihak yang tidak menghendaki niat baik dari para Aremania dan elemen masyarakat lainnya,” papar dia.
Sementara itu, Ketua Barisan Nasional Pemuda Madura (BNPM) Kota Malang, Ja’far Shodiq, berpandangan jika kalimat Ma’rifat dari Sutiaji salah tempat.
“Bahasa beliau (Sutiaji, red) ini bahasa tasawuf, yang seharusnya tidak dipaparkan pada khalayak. Tidak semua orang bisa memahami makna yang tersirat dari ungkapan itu,” ungkap pria yang akrab dipanggil John ini.
Menurut dia, ungkapan demonstrasi kepada Tuhan adalah bahasa halus agar Aremania tidak lagi melakukan demonstrasi setiap akhir pekan, supaya tidak mengganggu lalulintas.
“Maksudnya baik, ingin Kota Malang kondusif. Namun kalimat Sutiaji ini berpotensi bersayap dan akan diterima masyarakat sebagai kontroversi,” imbuh dia.
Imbauan demonstrasi kepada Tuhan dengan cara doa bersama, lanjut John, namun jangan menutup jalan, dianggapnya sebagai peminjaman halus agar Aremania tidak melakukan demonstrasi.
“Dalam pandangan saya, selama ini sutiaji sebagai ‘bapak e wong Malang’ belum berbuat banyak untuk kasus hukum Aremania. Sikapnya tidak ada, dan tindakan dia untuk warga malang akan pengawalan hukum juga tidak tampak,” tegasnya.
John berpendapat, pihak Pemkot Malang dan DPRD Kota Malang seharusnya mendesak pusat pemerintahan untuk mengambil langkah tegas, mengawal sikap faktual Aremania atas kasus Kanjuruhan. (Ad).