Mojokerto, SuaraGlobal.Net – Warga sekitar perusahaan BUMN PT. Energi Agro Nusantara (Enero) di Gempolkerep, Kecamatan Gedeg, Mojokerto mengeluhkan polusi bau menyengat yang menyayat hidung hingga menyebabkan sesak napas.
Siti Robikoh, 44 tahun, seorang warga yang rumahnya hanya 10 meter dari pagar pabrik mengatakan bahwa bau yang ditimbulkan oleh pabrik sangat parah.
“Parah banget baunya, parah,” katanya saat ditemui pada Jumat (31/1/2025).
Ia dan tetangganya mengaku tidak pernah menerima kompensasi atas dampak yang mereka rasakan akibat aktifitas pabrik plat merah itu.
“Apanya, belum pernah,” ujar dia.
Saat didatangi wartawan, Siti menaruh harapan besar agar persoalan yang dihadapi bersama tetangganya ini diberikan solusi. Tetangga Siti turut berdatangan ingin menyampaikan aspirasi yang dinilai tak kunjung didengar.
Warga juga mengaku sempat diintimidasi oleh oknum pemerintah desa saat hendak melakukan aksi demonstrasi.
Intimidasi bukan datang dari pihak perusahaan, melainkan oknum pemerintah desa yang menyebut akan ditangkap jika ada aksi demonstrasi dari warga. Padahal, warga hanya ingin aspirasinya didengar dan mengakhiri adanya polusi bau yang terus menusuk hidung hingga sebabkan sesak nafas.
Hal senada dikatakan oleh Sukardi, 54 tahun, Ketua Rukun Tetangga (RT) setempat mengaku banyak warga yang mengadu ke dirinya atas keluhan pencemaran bau menyengat dari Enero.
Ia tak bisa berbuat banyak, upaya mediasi dengan pihak perusahaan juga pernah dilakukan. Namun tak membuahkan hasil yang memihak masyarakat kecil.
“Ada limbah udara ya limbah air, terus terang saja, kalau masalah bau ya bau, kalau malam itu kayak bau gas sampai sesak,” terang Sukardi di hadapan sejumlah wartawan.
Saat menerima aduan warga, ia bingung harus mengadu ke mana lagi saat upaya mediasi buntu seakan tidak didengar.
“Saya harus mengadu ke mana ini gak bisa, sekitar jam 2 malam (baunya), kadang hilang kadang baunya pekat, tergantung angin,” lontarnya.
Paling parah, Ketua RT menyebut, dampak yang ditimbulkan bukan hanya dari bau menyengat. Kadang juga berdampak pada sumur yang tak layak konsumsi. “Kalau air itu, sumurnya kuning kalau malam, kelihatannya jernih langsung berubah hitam dan susah dibersihkan,” jelas dia.
Menurut Sukardi, sejak produksi sekitar tahun 2010-an warga harus menerima kenyataan pahit limbah polusi udara berupa bau menyengat.
“Pernah mengeluhkan, mendatangkan humasnya juga pernah, tapi ya belum ada solusi,” terangnya dengan nada jengkel.
Ada dua aspirasi yang diinginkan oleh warga. Pertama adalah kompensasi, kedua adalah jaminan kesehatan.
“Kami menuntut kompensasi, kedua kesehatan. Pinginnya ya ada perhatian kesehatan, itu tidak ada sama sekali,” terangnya.
Diakui olehnya, banyak dampak yang dirasakan masyarakat, mulai dari pusing hingga sesak nafas, hal itu dirasakan bukan hanya satu atau dua orang, tapi banyak. Terlebih dampak yang dialami oleh warga yang lokasinya di ring 1 atau sekitar radius 300 meter dari pagar pabrik.
“Kebetulan di RT 08 ini mepet dengan pagar, di RT 08 sendiri ada 63 Kartu Keluarga (KK), 60 rumah, kebetulan saya yang data,” bebernya.
Warga lain takut saat protes, namun tidak bagi Sukardi, ia mewakili warga lainnya selalu menjadi garda terdepan saat protes. Bahkan ia tak takut di penjara akibat memperjuangkan hak warganya. “Kalau masalah komplain saya yang selalu komplain, mewakili warga, saya tidak takut, kalau masalah di penjara kan ya dikasih makan,” tuturnya.
Keberaniannya juga tak berbanding lurus dengan kepuasan yang diterima warga. Ada juga yang membencinya.
Dia menilai, adanya perusahaan itu banyak warga yang merasa di adu dengan warga lainnya. Padahal yang diinginkan hanya solusi, bukan munculkan konflik baru lagi.
“Yang benci saya juga banyak, pihak keluarga yang bekerja, saya merasa diadu, padahal saya ingin solusi atas keluhan warga saya, di Dusun Sukosewu, Desa Gempolkrep,” ucapnya.
“Warga sering merasa diadu, malah ada yang tuding dapat kompensasi banyak, padahal tidak dapat sama sekali,” sambung dia.
Hingga beberapa tahun warga berdampingan dengan perusahaan tak pernah diuntungkan. Bahkan kompensasi juga disebutnya tidak pernah menerima.
Sembari mengajak sejumlah wartawan di lokasi bau menyengat, tepat di depan kediaman Sukardi masih tercium bau menyengat walau perusahaan sudah berhenti produksi.
Untuk diketahui, PT Energi Agro Nusantara (Enero) merupakan anak perusahaan BUMN yang bergerak di bidang produksi bioethanol Bahan Bakar Nabati (BBN) berbahan baku tetes tebu. Pengembangan produk tersebut diklaim sebagai mendukung program strategis pemerintah terkait implementasi BBN yang terbarukan ramah lingkungan.
Dikonfirmasi hal itu, Humas PT. Energi Agro Nusantara Misbahul Suhudi membenarkan bau itu ditimbulkan dari perusahaannya. Pihaknya mengaku saat ini telah fokus tangani sumber bau.
“Sebagai wujud nyata komitmen perusahaan terhadap kenyamanan lingkungan, PT EAN selaku produsen Bahan Bakar Nabati (BBN) telah melakukan koordinasi secara intens dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) kabupaten Mojokerto atas masukan dan saran yang ditujukan kepada perusahaan,” katanya dalam keterangan tertulis diterima media ini, Jumat (31/1/2025).
Ia mengatakan, pada hari Senin (27/1/2025) pihaknya telah melakukan identifikasi sumber bau yang timbul berasal dari pembentukan Biogas yang belum sempurna terutama di kandungan gas metana (CH4).
“Merespon hal tersebut, hari Selasa tanggal 28 Januari 2025 PT EAN berkoordinasi bersama DLH kabupaten Mojokerto dengan hasil arahan yaitu PT EAN menunda proses produksi dan fokus tangani sumber bau,” terangnya.
Menurutnya, faktor utama yang menjadi penyebab proses pembakaran tidak optimal yakni kandungan gas metana (CH4) sulit terbentuk.
Saat ini persoalan itu telah menjadi perhatian utama PT EAN dan salah satu upaya untuk menanggulangi bau adalah dengan flaring (pembakaran) secara masif dan mengupayakan kandungan gas metana (CH4) lekas terbentuk sempurna.
“Sebagai bentuk kongkrit telah dilaksanakan pertemuan langsung antara PT EAN dan DLH Kabupaten Mojokerto bertempat di kantor DLH Kabupaten Mojokerto pada Kamis tanggal 30 Januari 2025 yang membahas langkah-langkah strategis untuk segera tangani sumber bau,” jelas dia.
Langkah tersebut, sambung dia, diantaranya adalah flaring secara intensif menggunakan 4 buah unit flare yang saat ini tersedia serta mempersiapkan tambahan flare dengan kapasitas pembakaran 200 Nm3/jam dan melakukan pemberitahuan kepada DLH Mojokerto terkait perkembangan kegiatan atas arahan yang telah disampaikan perusahaan.
“Atas komitmen penuh PT Energi Agro Nusantara (EAN) terhadap arahan yang diberikan, harapan DLH Mojokerto permasalahan yang timbul ini bisa teratasi,” pungkasnya.(Ges)